Kamis, 05 Mei 2011

Generasi Berencana Masa Depan Bangsa



Pak Sutomo heran. Anastasia, anak semata wayangnya yang sangat ia sayangi itu, beberapa hari terakhir kelihatan murung. Saat datang keinginannya untuk menanyakan perihal perubahan sikap anaknya itu, Anastasia selalu menghindar. Tetapi ayah yang penyabar itu percaya, pada saatnya nanti tokh gadis pelajar kelas dua SMA itu akan mengungkapkan ‘sesuatu’ yang tengah melanda pikirannya.
Pada suatu malam Pak Sutomo melihat ada beberapa buku menggeletak di atas meja belajar anaknya. Buku-buku berukuran kecil dan tipis, seperti bukan buku pelajaran wajib. Anastasia sendiri tampak tengah asik membaca salah satu dari buku-buku itu. Sebagian wajahnya tertutup oleh buku tipis yang tengah dibacanya.
Pak Sutomo, lelaki paruh baya yang bekerja di sebuah perusahaan swasta, mendehem untuk memberitahukan kehadirannya. Anastasia terkejut, segera menaruh buku yang tengah dibacanya. Kini ia bisa tersenyum dan langsung menanyakan maksud kedatangan orangtuanya. Pak Sutomo tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dan segera menanyakan mengapa Anastasia bermuram durja.
"Anastasia enggak bermuram durja kok, pak. Cuma lagi mikirin, kenapa buku-buku tentang kesehatan reproduksi dan keluarga berencana yang begini bagusnya, kok enggak disenangi teman-teman,” kata gadis imut itu seraya menunjuk buku-buku itu.
Kepada ayahnya, Anastasia pun bercerita bahwa ia ditunjuk oleh teman-temannya sebagai ketua kelompok pembelajaran tentang kesehatan reproduksi remaja. Pembentukan kelompok itu saran dari guru wali kelasnya. Mula-mula hampir semua teman-temannya sekelas ikut berdiskusi mengenai apa itu KB, reproduksi sehat, HIV/AIDS, dibimbing oleh Bu Anis, guru wali kelas.
Namun belum sampai sepuluh kali diskusi itu diselenggarakan, teman-temannya, terutama anak laki-laki, pada mangkir. “Bosan, enggak gairah belajar gitu-gituan. Lagian, pacar aja belum punya, kok belajar KB,” tutur Anastasia, menirukan ucapan teman-temannya. Ia mengaku diam-diam ditugaskan oleh guru wali kelas agar mencarikan jalan keluar untuk mengatasi rasa bosan teman-temannya. Hanya saja ia belum mendapatkan solusi yang bagus untuk mengatasi hal itu.
Persoalan bosan mendiskusikan pengetahuan kesehatan reproduksi di kalangan remaja, menurut Kabag Humas BKKBN Pusat, Yunus Patriawan Noya, bukan disebabkan kurang baiknya pemahaman guru atau pendidik tentang kespro. Namun ia lebih disebabkan oleh tersumbatnya komumnikasi, terutama cara orangtua mengkomumnikasikan kespro remaja kepada anaknya. Sumbatan itu antara lain :
Pertama, kecenderungan orangtua untuk sulit menjadi pedengar yang baik. Kedua, kesulitan orangtua terutama bapak untuk mendiskusikan hal-hal yang menyangkut seksualitas, seperti mimpi basah kepada anak remajanya. Ketiga, kecenderungan untuk selalu jaim (jaga imej).Dalam kondisi seperti ini, anak remaja, menurut Yunus, cenderung untuk mendiskusikan perihal kespro dengan teman sebayanya, karena ada kesamaan persepsi dan bahasa, terutama bahasa gaul. Lalu diperlukan juga pendekatan yang ramah remaja dengan bahasa gaul yang cenderung banyak menggunakan akronim.
Yunus menjelaskan, menyikapi hal itu maka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun menggulirkan sebuah konsep dengan ‘tagline’ GENRE sebagai akronim. GENerasi BeREncana, diperkenalkan oleh Kepala BKKBN Pusat Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA di berbagai media dan dalam berbagai kesempatan mengkampanyekan pentingnya KRR, sejak pertengahan tahun 2009 lalu. “Genre dinilai sangat ramah dengan dunia remaja. Genre yang berarti aliran, selalu jadi bagian bahasa gaul anak-anak muda, terutama dalam mengakrabi musik-musik dan trend mode,” ujar Yunus menegaskan.
Dalam keseharian anak remaja, Genre selalu menjadi buah bibir dalam pergaulan antar remaja. Karena itu strategi KIE yang diusung untuk mempercepat proses penerimaan program persiapan kehidupan berumah tangga (PKBR) dengan substansi KRR, dapat menjadi trandsetter. “Kita berharap, di masa depan kata Genre identik dengan BKKBN melalui program PKBR,” katanya mengharap.
Ketika para remaja mendiskusikan atau mendengarkan musik rock, jaz, pop, dangdut, rap, maka Genre musik diharapkan akan selalu membawa kesan generasi berencana. Sesungguhnya apa sih Generasi Berencana? Tentunya adalah generasi yang merencanakan masa depannya dengan baik melalui studi, bekerja, menikah dan seterusnya, sesuai siklus kesehatan reproduksi.
Seorang remaja yang sukses dapat diberi gelar remaja Genre. Karena itu ke depan tentunya perlu dipikirkan program-program yang menonjolkan Genre sebagai trendsetter BKKBN. Seperti misalnya pemilihan Duta KB Remaja, Liga Lagu dan Penyanyi Muda, atau Teater Kaula Muda, dll yang menyangkut aspek kegiatan remaja.
Taklim Genre mencakup tentang keseluruhan pesan-pesan yang terkait Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), seksualitas, Napza, IMS (Infeksi Menular Seksual), dan HIV/AIDS. Perlu juga dipahami, Yunus mengingatkan, kemasan Genre bukan untuk menggeser KRR. “Tapi apabila generasi muda mampu memahami KRR, maka dia juga Genre,” katanya. Sekali lagi, kita perlu memasarkan Genre sebagai trendsetter BKKBN, sehingga setiap kata genre akan selalu identik dengan generasi berencana.(emon).*** (copyright form: www.bkkbn.go.id)

Tidak ada komentar: