Jumat, 23 Mei 2008

Sepatu Emas Untuk Yesus


Hanya empat hari sebelum Natal, dimana semangatnya belum juga muncul didalam diriku, bahkan sekalipun banyak mobil yang memenuhi perpakiran pertokoan diwilayah kami. Di dalam toko, lebih parah lagi. Kereta-kereta dorong belanjaan serta orang-orang yang berbelanja memadati setiap lorong.

Mengapa aku datangg ke kota hari ini? Aku heran. Kakiku hampir sama sakitnya dengan kepalaku. Di dalam daftarku berisi nama-nama orang yang katanya sih, tidak ingin dibelikan apa-apa, tetapi aku tahu mereka akan sedih jika aku tidak membelikan mereka sesuatu.
Membelikan seseorang yang telah memiliki segalanya dan menyayangkan harga-harga barang yang mahal, aku pertimbangkan untuk membeli apa saja asalkan sesuatu yang lucu.

Dengan tergesa-gesa, aku memenuhi kereta belanjaku dengan barang-barang yang masih tersisa dan segera keluar. Aku pilih antrian yang paling pendek, tetapi nampaknya bisa memakan waktu 20 menit mengantri.

Di depanku ada dua anak, seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun dan seorang gadis kecil yang sedikit lebih muda. Anak laki-laki itu memakai sebuah mantel yang buruk. Sobekan-sobekannya dalam celana jeansnya yang kependekan. Dia menyerahkan beberapa lembar dolar yang sudah lusuh dari tangan kotornya.
Si gadis kecil itu berpakaian serupa dengan kakaknya dan rambutnya tipis keriting. Dia membawa sepasang sandal rumah yang berkilauan seperti emas, sambil bersenandung mengikuti lagu natal yang diputar di toko, tidak tepat nada, tetapi dengan begitu gembira.
Ketika kami akhirnya sampai di meja kasir, gadis itu meletakkan barangnya didepan kasir dengan hati-hati. Dia memperlakukannya seperti barang yang berharga.
Kasir melihat laber harganya. "Harganya $6.09," katanya.
Si anak laki-laki melentakka uang dalam genggamannya sambil mencari-cari ke dalam kantongnya. Akhirnya dia mengumpulkan $3.12. "Sepertinya kita harus meletakkannya kembali." dengan berani dia berkata. "Kita kembali lagilain waktu, mungkin besok"
Seiring dengan pernyataan tersebut, terdengarlah isakan kecil dari gadis cilik. "Tetapi Yesus akan menyukai sepatu ini," tangisnya.
"Baiklah, kita pulang dan kerja lagi. Jangan menangis. Kita pasti kembali lagi, " jamin si kakak.
Dengan cepat aku memberikan $3.00 pada kasir. Anak-anak ini sudah lama mengantri. Dan lagi pula, ini 'kan hari Natal.
Tiba-tiba sepasang tangan memelukku dan sebuah suara kecil berkata, "Terima kasih, Nona"
"Apa maksudmu saat mengatakan Yesus akan menyukai sepatu itu?", aku bertanya.
Anak laki-laki itu menjawab, "Ibu kami sedang sakit dan akan pergi ke surga. Kata Ayah, Ibu mungkin akan pergi sebelum Natal untuk tinggal bersama Yesus."
Si gadis cilik berkata-kata."Guru sekolah minggu bilang bahwa jalan-jalan di surga adalah emas yang berkilau-kilau, sama seperti sepatu ini. Bukankah ibuku akan terlihat cantik berjalan-jalan disana dengan sepatu ini?".

Mataku basah saat aku melihat wajahnya yang penuh airmata. "Ya", jawabku, "Ibumu pasti cantik dengan sepatu itu."
Diam-diam, aku bersyukur kepada Tuhan karena telah memakai anak-anak itu untuk mengingatkan aku akan semangat memberi yang sesungguhnya.

From: Kelly Kaman
Chicken Soup For the Christian Soul

Tidak ada komentar: