Senin, 14 April 2008

MENGAPA MASIH BEKERJA?


”Ambillah pekerjaan yang Anda cintai, dan Anda tidak akan (merasa) bekerja seumur hidup.”~ Harvey Mackay
”Sejumlah orang berhasrat besar untuk menjadi kaya raya agar bisa mengalami kebebasan finansial, tidak lagi harus bekerja untuk menafkahi hidup keluarganya. Mereka ingin berhenti bekerja, kalau mungkin pensiun dalam usia muda. Lalu, mengapa sejumlah orang yang sudah sangat kaya justru masih rajin bekerja keras?” tanya saya kepada sejumlah kawan.
”Mungkin karena mereka belum merasa cukup kaya,” kata Iin.
”Atau mereka menjadi semakin serakah,” jawab Toni.
”Yah sekadar mengisi waktu saja,” kata Herlina.
”Yang saya tahu kebanyakan orang kaya memang tetap bekerja keras,” ujar Didi.
”Boleh jadi mereka sudah kecanduan kerja, workhaholic,” jelas Diah.
”Karena hanya dunia kerja yang mereka kenal,” kata Rudy.
”Kerja itu kan bisa diniatkan untuk ibadah juga,” gagas Yuyun.
”Mungkin itu justru ciri khas orang kaya yang sesungguhnya,” ujar Lilik.
”Saya kira, kalau sudah kaya raya tapi tetap rajin bekerja keras, itu terkait dengan etos kerja mereka. Mereka merasa pekerjaannya sebagai rahmat, cocok dengan panggilan hidupnya, dan bekerja itu nikmat bagi mereka,” papar Dewi.
”Lagi pula kalau tidak bekerja, lalu ngapain?” kata Indra.
***
Charles Schwab, tokoh legendaris dalam industri baja di Amerika Serikat, pernah mengatakan, ”Barangsiapa yang tidak bekerja demi cintanya pada pekerjaan itu, melainkan hanya untuk mendapatkan uang semata, maka pekerjaan itu tidak akan menghasilkan uang ataupun kebahagiaan dalam hidupnya.” Ia mungkin benar. Berbagai studi mengenai orang kaya menunjukkan bahwa kebanyakan orang kaya memilih pekerjaan yang disukai dan dicintainya. Walau awal keterlibatan mereka dalam pekerjaan atau bisnis tersebut bisa juga karena ”terpaksa” atau ”kebetulan”, tetapi kemudian mereka mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap bisnis dan pekerjaannya itu. Hal ini membuat mereka bertahan mengerjakan bisnis atau pekerjaan yang sama selama bertahun-tahun, mempelajarinya dengan saksama, sehingga menjadi ahli dalam soal tersebut.
Seperti pengalaman Martin J. Grunder, Jr seorang pebisnis di Dayton, Ohio, Amerika. Sejak remaja ia sangat tertarik pada soal memotong rumput dan menata pekarangan belakang rumah orangtua dan kerabatnya di Ohio Selatan. Lalu, ketika mulai kuliah, ia memutuskan untuk mendirikan perusahaan pertamanya Grunder Landscaping Company. Modalnya waktu itu adalah sebuah mesin pemotong rumput seharga 25 dolar AS yang dibeli dari toko loak (barang bekas). Selama lima tahun pertama, usahanya tidak mengalami perkembangan yang berarti, bahkan akuntannya menyarankan agar ia menutup saja usaha tersebut. Tetapi, Grunder maju terus. Pada tahun terakhir kuliahnya, perusahaan Grunder telah bernilai 300.000 dolar dan kisahnya dimuat di The New York Times. Dan, pada tahun 2003 Grunder Landscaping memiliki lebih dari 40 pegawai profesional dengan omzet tahunan 3 juta dolar. Ia menerima tak kurang dari 30 penghargaan lokal maupun nasional atas usaha yang dilakukannya. Dan yang paling menarik adalah ia dengan tegas mengatakan, ”... saya sangat mencintai pekerjaan saya, dan saya tak keberatan untuk bangun setiap pagi dan berangkat bekerja. ..., saya selalu mencintai pekerjaan saya. Yang saya lakukan adalah hal-hal yang memang saya cintai, jadi mudah bagi saya untuk maju.”
Memilih untuk melakukan apa yang memang disukainya, itulah benang merah yang juga akan kita temukan ketika membaca riwayat hidup orang-orang super kaya dari industri dotcom, seperti Bill Gates, Larry Allison, Jeff Bezos, Steve Jobs, dan Michael Dell. Mereka mencintai apa yang mereka kerjakan, dan karena itu mereka mengerjakan dengan gegap gempita. Halangan dan hambatan justru menjadi pemicu gairah, menjadi tantangan yang mengundang untuk ditaklukkan. Antara ”bekerja” dengan ”bermain” menjadi sulit dibedakan. Namun, yang juga sangat penting adalah mereka bisa membuat pekerjaan yang disukainya itu mendatangkan keuntungan dan penghasilan yang luar biasa bagi dirinya. http://www.pembelajar.com

Tidak ada komentar: